Tanamkan Nilai-Nilai Kehidupan dengan Keteladanan
Penanaman nilai-nilai
kehidupan kepada anak didik membutuhkan keteladanan dari guru, orangtua, dan
masyarakat. Penanaman nilai-nilai tersebut tidak hanya berlangsung disekolah,
tetapi juga dilingkungan keluarga dan masyarakat.
Berbagai permasalahan
yang muncul dewasa ini, seperti maraknya kekerasan di jalanan, keluaga, dan
sekolah, perilaku korupsi, perusakan lingkungan, etika yang menipis, kurangnya
tanggungjawab dan tenggang rasa, memunculkan “gugatan” tentang hal-hal apa saja
yang diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi, termasuk kebijakan Depdiknas
untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada anak didik.
Dalam peraturan
perundangan, disebutkan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan nasional itu, diterjemahkan ke dalam standar isi
pendidikan, selanjutnya ke kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Dalam mata pelajaran
ilmu pengetahuan alam misalnya, nilai-nilai kehidupan yang ingin ditanamkan,
antara lain keyakinan terhadap kebesaran Tuhan dan meningkatkan kesadaran untuk
berperan serta memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
Apabila sekolah merasa
mata pelajaran yang dirancang secara nasional masih kurang menanamkan
nilai-nilai kehidupan, sekolah berhak mengembangkan mata pelajaran muatan
lokal. Misalnya, di Ambon dan Aceh telah dikembangkan pendidikan perdamaian.
Mata pelajaran yang
diberikan kepada anak didik di sekolah telah mengajarkan nilai-nilai kehidupan.
Hal yang penting adalah teladan guru dan orangtua. Kalau igin anak-anak sopan,
ya kita harus sopan terlebih dahulu. Anak-anak itu melihat contoh.
Pendidikan nilai-nilai
kehidupan sebagai bagian integral kegiatan pendidikan pada umumnya adalah upaya
sadar dan terencana membantu anak didik mengenal, menyadari menghargai, dan menghayati
nilai-nilai yang seharusnya dijadikan panduan bagi sikap dan perilaku sebagai
manusia dalam hidup perorangan dan bermasyarakat. Pendidikan nilai akan membuat anak didik tumbuh menjadi pribadi yang
tahu sopan-santun, memiliki cita rasa seni, sastra, dan keindahan pada umumnya,
mampu menghargai diri sendiri dan orang lain, bersikap hormat terhadap
keluhuran martabat manusia, memiliki cita rasa moral dan rohani.
Pendidikan nilai-nilai
kehidupan tidak dapat berlangsung baik jika tidak ditunjang keteladanan
pendidikan dan praksis sosial yang kontinu dan konsisten dari lingkungan
sosial.
Proses belajar-mengajar
harus mencakup tiga ranah pendidikan, yaitu kognitif, efektif, dan
psikomotorik. Namun, konsep pendidikan di Indonesia cenderung mengarah pada ranah
kognitif, sedangkan ranah afektif dan psikomotorik ditempatkan pada peran
skunder.
Dengan melihat
kecenderungan itu, sebaiknya Sekolah memberikan mata pelajaran budi pekerti,
program pamong, dan program pelatihan motivasi. Pendidik secara terus-menerus harus diberi pemahaman bahwa nilai-nilai
kehidupan tidak bisa begitu saja diajarkan tetapi harus disertai keteladanan
oleh pendidik itu sendiri.
Source :
Darmayanti, Nani. 2007. “Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Media” (on-line).From http://books.google.co.id/booksid=264rOvSaHCwC&pg=PA46&dq=pengertian+dan+perbedaan+kalimat+induktif+dan+deduktif&hl=en&sa=X&ei=xJ5SU4q3IsmXrAfpuYDYAQ&redir_esc=y#v=onepage&q=pengertian%20dan%20perbedaan%20kalimat%20induktif%20dan%20deduktif&f=false
Tidak ada komentar:
Posting Komentar