Kecanggihan
ICT memungkinkan pernikahan digelar tanpa dihadiri sang mempelai pria
secara langsung. Dengan teknologi net meeting, pernikahan jarak jauh
bisa digelar.
Pagi itu, Rabu (11/1), kesibukan di Kantor Plasa Telkom Setiabudi Bandung, Jawa Barat terlihat sedikit berbeda dari biasanya. Belasan orang menyesaki ruang net meeting. Ruang berukuran 5 X 6 meter tersebut biasa digunakan untuk menggelar rapat melalui video conference. Tanpa harus bertatap muka secara langsung, meeting bisa digelar dengan mereka yang berada di lokasi berbeda.
Nah,
yang membuat agak istimewa, teknologi net meeting digunakan untuk
menyatukan dua anak adam yang terpisahkan jarak ribuan kilometer dalam
satu mahligai perkawinan. Mempelai
wanita, Rita Sri Mutiara Dewi yang berasal dari Jln. Cibeureum, Cimahi,
berada di Kantor Plasa Telkom Bandung, sementara mempelai pria, Wiriadi
Sutrisno berada di California, Amerika Serikat. Praktis, wajah Tris
–sapaan Wiriadi— hanya bisa dilihat melalui layar screen. Ia berada di
suatu ruangan ditemani rekannya yang bertindak sebagai saksi.
Tepat
pukul 08.30 WiIB, ijab kabul dimulai. Sohidin Efendi yang bertindak
sebagai penghulu, langsung bertanya kepada calon mempelai putri yang
pagi itu mengenakan busana muslim warna krem dan coklat muda “Apa benar
orangnya seperti itu? Seperti yang ada di tembok,” tanya penghulu dari
kecamatan Andir. Yang dimaksud tembok oleh Sohidin adalah layar screen.
Tanpa ragu, wanita berjilbab itu mengangguk.
Jawaban
Rita membuat Sohidin tak ingin berbasa-basi lagi. Meski calon mempelai
pria tak hadir secara langsung layaknya perkawinan pada umumnya, toh ada
saksi, wali kedua mempelai serta beberapa kerabat dari calon pengantin.
Tidak ketinggalan, sebuah mas kawin emas 20 gram dikemas dalam wadah
keranjang berbentuk hati dengan balutan kain warna silver. “Apa Mas Tris
di sana sudah siap?” Pertanyaan itu diajukan Sohidin untuk memastikan
bahwa calon mempelai pria sudah ready. Begitu mendapat jawaban siap dari
lelaki yang meng-gunakan jas warna gelap berikut peci hitam itu, acara
pun dimulai.
Runutan acara yang memakan waktu tak lebih dari setengah jam itu, tak ubahnya pernikahan secara islami pada umumnya. Begitu Tris selesai mengucapkan ijab kabul, Sohidin langsung bertanya kepada hadirin, “Bagaimana sah?”. Spontan, terdengar suara sah secara serentak. Yang membuat agak berbeda, surat nikah tidak ditandatangani mempelai pria secara langsung. Surat nikah terpaksa harus difaks untuk ditandatangani Tris. Acara jabat tangan antara mempelai pria dengan wali saat ijab kabul diucapkan tak bisa dilakukan. Begitu juga dengan acara sungkeman mempelai pria dengan Ny Erawan, ibunda dari Rita, tak bisa dilangsungkan. Meski demikian, Rita tetap sumringah. “Senang, acara bisa berlangsung lancar,” tutur Rita, bersyukur.
Biaya Murah
Pernikahan
yang dilakukan oleh pasangan yang boleh dibilang tidak muda lagi itu
(Rita 50 tahun dan Tris 52 tahun) bukan pernikahan pertama kalinya bagi
keduanya. Rita adalah janda tanpa anak sementara Tris duda dengan empat
anak. Keputusan untuk menikah dengan bantuan teknologi internet terpaksa
dilakukan karena kedua mempelai sama-sama sibuk.
Sehari-harinya,
Tris bekerja sebagai psikoterapis di Hope Hospital California. Pria
berkacamata ini juga tengah mengambil S3 di California University.
Sedang Rita tercatat sebagai dosen jurusan teknologi Aviation di North
Top Rice USA Malaysia. Kesibukan membuat pernikahan jarak jauh dipilih
dan digelar di Bandung mengingat sebagian keluarga dan kerabat Rita
tinggal di Kota Kembang itu.
Pihak Telkom Datel Bandung baru dihubungi, sekitar enam hari sebelum pernikahan digelar. Teknologi
yang digunakan adalah Virtual Private Network on Internet Protocol atau
VPN IP atau net meeting. Agar suara bisa didengar secara riel time,
digunakan clear channel 007. Praktis, selama ijab kabul berlangsung,
Tris menggunakan telepon fixed line. Sementara itu, visual yang didukung
internet, mengalami delay sekitar 2 hingga 3 detik. Mulanya pernikahan
jarak jauh mau meng-gunakan video conference, tapi karena ketiadaan
akses point to point membuat pernikahan beralih dengan mengandalkan
internet.
Boleh
jadi, inilah pernikahan pertama yang digelar dengan bantuan internet.
Seperti dituturkan Bambang Tri Winarko, general manager Telkom Kandatel
Bandung. “Ini baru pertama kalinya terjadi di Indonesia,” tukasnya.
Menurut Bambang, sebenarnya teknologi internet bukanlah hal yang baru.
Pasalnya, kecanggihan internet acapkali digunakan untuk keperluan bisnis
seperti rapat. “Tapi kecanggihan internet untuk keperluan pernikahan
baru pertama kali ini digunakan di Indonesia,” imbuhnya lagi. Rita
menimpali, dirinya suprised bahwa acara bisa berlangsung dengan lancar.
“Saya tak menyangka Telkom bisa membantu menggelar acara ini dengan
baik,” ujarnya.
Menurut
Bambang, pernikahan antara Rita dan Tris membuktikan bahwa information
and communication technology telah mengglobal dan dapat digunakan untuk
menyatukan cinta dua manusia. “Kemajuan teknologi yang dimiliki Telkom
telah menjembatani jarak ribuan kilometer dan waktu ribuan menit. Kami
ikut senang dengan pernikahan jarak jauh ini,” tandas pria berusia lima
puluh tahun itu. Bagaimana dengan biaya? Jangan membayangkan bahwa
mempelai harus mengeluarkan uang jutaan rupiah. Biayanya tak lebih dari
Rp 100 ribu untuk biaya SLI dan akses internet.
Belum Pernah Bertemu
Perkenalan
Rita dengan Tris dicomblangi oleh bos Rita di Northrop Rice USA (NRUSA)
Malaysia, Ibrahim Karim. Rita mengaku sangat percaya dengan bosnya. “Ia
sudah saya anggap seperti Bapak sendiri. Dengannya tidak ada masalah
yang tidak bisa diselesaikan dengan baik.” Karenanya, begitu dikenalkan
dengan Tris, Rita pun tak segan untuk menjalin komunikasi secara intens
dengan pria yang sudah tinggal di California selama enam tahun itu.
Untuk
mengenal satu sama lain alias pedekate, mereka berinteraksi lewat
chatting dan email. “Hampir setiap hari kami chatting dan berkirim
email,” tutur Rita. Sebagai pelengkap, mereka saling kirim foto. Cinta
keduanya pun cepat bersemi. Tak
dinyata, setelah tiga kali chatting, Tris langsung melamar Rita.
“Melamarnya juga lewat chatting,” ujar Rita tersipu malu. Tiga bulan
berselang setelah perkenalan, mereka memutuskan untuk menikah meski
keduanya belum pernah bertemu secara langsung.
Keabsahan Secara Syariah
Pernikahan
yang dilakukan Rita dan Tris, merupakan hal yang unik. Lantas bagaimana
dengan keabsahan pernikahan yang tidak dihadiri mempelai pria secara
langsung ini? “Saya tidak bisa mengatakan pernikahan tersebut sah atau
tidak,” ujar Ma’ruf Amin, ketua MUI. “Yang penting harus sesuai dengan
ijab Kabul. Nah ijabnya bagaimana?” tambah Ma’ruf. Sekali lagi ia tidak
mau berkomentar banyak soal pernikahan itu. Menurut Ma’ruf semua itu
harus dibahas dulu. “MUI harus merapatkannya dulu. Saya tentu saja tidak
bisa memutuskannya sendiri,” katanya lebih lanjut.
Pernikahan antara Rita dan Tris membuktikan bahwa information and communication technology telah mengglobal dan dapat digunakan untuk menyatukan cinta dua manusia. Kemajuan teknologi yang dimiliki Telkom telah menjembatani jarak ribuan kilometer dan waktu ribuan menit. Kami ikut senang dengan pernikahan jarak jauh ini.
Menangapi
seputar keabsahan pernikahan, Edi Djatmiko, yang bertindak sebagai wali
Rita mengatakan sudah berkonsultasi dengan berbagai pihak mengenai
rencana nikah jarak jauh tersebut. “Sebelumnya, sudah saya konsultasikan
dengan KUA, MUI, juga ke Daarut Tauhid,” tutur Edi. Bagi Rita sendiri,
pernikahan jarak jauh merupakan solusi yang dianggap terbaik. Baik bagi
dirinya maupun Tris, agar ketika mereka bertemu di California, keduanya
telah sah menjadi suami isteri. Sebenarnya, mereka ingin melangsungkan
pernikahan seperti pada umumnya. “Tapi karena mas Tris tak bisa pulang
ke Indonesia, kami lakukan seperti ini,” tutur Rita yang akan terbang ke
California, 8 Februari ini.
Ditambahkan
wanita yang telah tinggal di negeri jiran selama empat tahun ini,
dirinya sangat terbantu dengan kecanggihan ICT dewasa ini. “Entah kalau
tidak ada internet, apa kami bisa berkenalan lalu menikah seperti ini,”
ungkapnya. Di
akhir acara, ia pun berpesan kepada pria yang telah menjadi suaminya,
“Hati-hati di sana Mas. Sampai ketemu.” Kecanggihan internet telah
mempertemukan dan menyatukan cinta mereka.
Analisis :
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka
ditarik kesimpulan bahwa Pernikahan melalui jalur atau sarana net meeting
hukumnya adalah tidak sah. Hal ini diperkuat dengan pendapat Nadhatul Ulama
yang menyatakan bahwa akad nikah melalui media telekomunikai (,net meeting,teleconference,
internet, telepon dan lain-lain) adalah tidak sah, karena tidak satu majelis
dan sulit dibuktikan. Di samping itu sesuai dengan pendapat Malikiyah,
Syafi’iyah dan Hanabilah yang menyatakan “tidak sah akad nikah dengan surat
karena surat adalah kinayah. Bahwa perkawinan yang dilakukan melalui
sarana net meeting menurut hukum Islam adalah tidak sah karena tidak
memenuhi persyaratan dan dengan rukunnya yang sempurna maka sebagai konsekwensi
hukum perkawinan yang tidak sah maka tidak melahirkan hak dan kewajiban bagi
suami isteri. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan agar calon suami
isteri yang hendak melaksanakan perkawinan hendaknya terlebih dahulu saling
mengenal silsilah keturunan para pihak untuk mengetahui apakah para pihak
memang benar memenuhi persyaratan dan rukun perkawinan. Walaupun dalam
pelaksanaan perkawinan itu tidak ada hal-hal yang bersifat Ta’abuddy, akan
tetapi bentuk dan caranya bermacam-macam. Untuk itulah hendaknya kita harus
berpegang kepada dasar-dasar prinsip pernikahan baik itu syarat maupun rukun di
dalam perkawinan, sehingga dalam pelaksanaan perkawinan itu tidak mengurangi
nilai-nilai ajaran Hukum Islam dan hukum nasional kita.
Sumber : http://majalaheindonesiaku.com/index.php?option=com_content&view=article&id=84&Itemid=116
Sumber : http://majalaheindonesiaku.com/index.php?option=com_content&view=article&id=84&Itemid=116
Tidak ada komentar:
Posting Komentar